💃💃
Listening to Bang Bang Bang by BIGBANG
Preview it on Path
1. Buka situs berikut widget animasi blog
Copy script html yang tersedia
2. Selanjutnya di dashboard wordpress , pilih Widget
Pilih Text (Arbitrary text or html)
3. Masukkan script ke dalam widget
4. Klik Save.
Jika berhasil maka gambar animasi lucu akan tampil di pojok blog.
ISTILAH-ISTILAH DALAM INTERNET
keras bermagnet yang memungkinkan data dapat disimpan dalam titik – titik bermagnet.
Dan berikut ini adalah kamus istilah dalam dunia internet :
Lembuswana Mitos Sekaligus Maskot Kota Raja
Binatang ini tak pernah ada dialam nyata, namun patung dan keberadaanya bisa kita lihat nyata di Kutai kartanegara Kalimantan Timur. Lembuswana adalah hewan dalam mitologi rakyat Kutai yang hidup sejak zaman Kerajaan Kutai. Lembuswana menjadi lambang Kerajaan Kutai hingga Kesultanan Kutai Kartanegara. Hewan ini memiliki semboyan Tapak Leman Ganggayaksa.
Lembuswana dicirikan sebagai berkepala singa, bermahkota (melambangkan keperkasaan seorang raja yang dianggap penguasa dan mahkota adalah tanda kekuasaan raja yang dianggap seperti dewa), berbelalai gajah (melambangkan dewaGanesha sebagai dewa kecerdasan), bersayap garuda, dan bersisik ikan.
Dari sisi mitos dan legenda, maka kondisi geografis alam tempat sebuah komunitas bisa melahirkan berbagai cerita. Wilayah Kalimantan memiliki banyak sungai-sungai raksasa dan sangat panjang, misalnya di Kaltim terdapat sungai yang lebarnya ratusan meter, yakni Sungai Mahakam dengan panjang 920 Km melintasi tiga daerah Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda, lalu Sungai Kayan mencapai 640 Km di Kabupaten Bulungan.
Khususnya Sungai Mahakam, masyarakat percaya bahwa terdapat seekor ular naga raksasa yang menjaga sungai tersebut. Konon katanya, saking besarnya naga tersebut, disebutkan bahwa kepalanya ada di Kota Tenggarong dan ekornya sampai Kota Samarinda. Sebagai wujud kepercayaan masyarakat tersebut, maka diadakanlah ritual peluncuran Naga Erau di Sungai Mahakam yang disisipkan sebagai salah satu bagian dari rangkaian upacara adat Erau di Kota Tenggarong, Kab Kutai Kartanegara.
Erau adalah upacara adat yang dahulunya dilaksanakan sebagai upacara kerajaan ketika terjadi perpindahan kekuasaan. Namun kini, karena sistem pemerintahan tidak lagi berbentuk kerajaan, maka Erau dilaksanakan sebagai even budaya untuk memperingati HUT Kota Tenggarong, yakni pada tanggal 29 September. Prosesi peluncuran Naga Erau yang terbuat dari kain, bambu serta kayu itu adalah sebagai tanda (simbolis) bahwa akan ditutupnya atau telah selesainya rangkaian pesta budaya Erau. Ritual yang melibatkan tokoh masyarakat dan sultan Kutai itu melambangkan tanda syukur warga setempat yang selama ini telah mendapat limpahan rahmat dari Allah serta permohonan tolak bala agar negeri ini selalu tentram dan damai. Ular Naga Erau tersebut tidak terlepas dari mitologi Kutai tentang sebuah bayi perempuan yang dikawal seekor naga dan dibawa binatang mistis, Lembuswana.
Lembuswana adalah binatang aneh dan tergolong satu-satunya spesies paling langka di dunia namun sudah tentu tidak terdaftar dalam Appendix I Cites karena hanya hidup dalam mitologi Kutai yang sangat dipengaruhi oleh budaya Hindu itu. Lembuswana adalah wahana Batara Guru yang disebut dalam falsafah :”Paksi leman gangga yakso” yang berarti: bahwa seorang seyogyanya memiliki sifat-sifat mulia pengayom rakyat. Penduduk setempat mempercayai bahwa makhluk ini merupakan ‘kendaraan spiritual’ dari raja Mulawarman, yang merupakan raja kutai pada zaman kejayaan Hindu. Lembuswana kemudian dijadikan Lambang Kesultanan Kutai Kartanegara. Di Museum Mulawarman yang berlokasi di Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara itu terdapat satu koleksi patung Lembuswana yang terbuat dari kuningan. Lembuswana dibuat di Birma pada 1850 dan tiba di Istana Kutai Kartanegara pada 1900.
Menurut legendanya, ada seorang bayi yang dikawal Ular Naga Lembu dan dibawa oleh Lembuswana. Bayi tersebut kemudian dikenal sebagai Putri Junjung Buih dan menjadi Putri Karang Melenu yang menjadi pendamping hidup raja Kutai Kartanegara pertama, Aji Batara Agung Dewa Sakti yang akhirnya melahirkan para sultan di Kota Raja itu.
Jadi meskipun kini secara fisik Ular Naga Lembu dan Lembuswana itu mungkin tidak ada, namun akan tetap hidup dalam jiwa dan semangat warga Kutai dalam membangun derahnya. Lembuswana sudah sudah menjadi mitos sekligus maskot dari Kota Raja, kabupaten terkaya di Indonesia ini ternyata masih menjunjung tinggi legenda tanah leluhurnya.
Erau
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Mengulur Naga, salah satu prosesi dari adat Erau.
Erau adalah sebuah tradisi budaya Indonesia yang dilaksanakan setiap tahun dengan pusat kegiatan di kota Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Erau berasal dari bahasa Kutai, eroh yang artinya ramai, riuh, ribut, suasana yang penuh sukacita. Suasana yang ramai, riuh rendah suara tersebut dalam arti: banyaknya kegiatan sekelompok orang yang mempunyai hajat dan mengandung makna baik bersifat sakral, ritual, maupun hiburan.[1]
Daftar isi |
Sejarah
Suku Dayak yang berpartisipasi dalam upacara Erau di Tenggarong.
Erau pertama kali dilaksanakan pada upacara tijak tanah dan mandi ke tepian ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun. Setelah dewasa dan diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama (1300–1325), juga diadakan upacara Erau. Sejak itulah Erau selalu diadakan setiap terjadi penggantian atau penobatan Raja-Raja Kutai Kartanegara.
Dalam perkembangannya, upacara Erau selain sebagai upacara penobatan Raja, juga untuk pemberian gelar dari Raja kepada tokoh atau pemuka masyarakat yang dianggap berjasa terhadap Kerajaan.
Pelaksanaan upacara Erau dilakukan oleh kerabat Keraton/Istana dengan mengundang seluruh tokoh pemuka masyarakat yang mengabdi kepada kerajaan. Mereka datang dari seluruh pelosok wilayah kerajaan dengan membawa bekal bahan makanan, ternak, buah-buahan, dan juga para seniman. Dalam upacara Erau ini, Sultan serta kerabat Keraton lainnya memberikan jamuan makan kepada rakyat dengan memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya sebagai tanda terima kasih Sultan atas pengabdian rakyatnya.
Setelah berakhirnya masa pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara pada tahun 1960, wilayahnya menjadi daerah otonomi yakni Kabupaten Kutai. Tradisi Erau tetap dipelihara dan dilestarikan sebagai pesta rakyat dan festival budaya yang menjadi agenda rutin Pemerintah Kabupaten Kutai dalam rangka memperingati hari jadi kota Tenggarong, pusat pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara sejak tahun 1782.[2]
Pelaksanaan Erau
Belimbur, acara puncak dari Erau dengan saling siram-menyiram.
Pelaksanaan Erau yang terakhir menurut tata cara Kesultanan Kutai Kartanegara dilaksanakan pada tahun 1965, ketika diadakan upacara pengangkatan Putra Mahkota Kesultanan Kutai Kartanegara, Aji Pangeran Adipati Praboe Anoem Soerya Adiningrat.
Sedangkan Erau sebagai upacara adat Kutai dalam usaha pelestarian budaya dari Pemda Kabupaten Kutai baru diadakan pada tahun 1971 atas prakarsa Bupati Kutai saat itu, Drs.H. Achmad Dahlan. Upacara Erau dilaksanakan 2 tahun sekali dalam rangka peringatan ulang tahun kota Tenggarong yang berdiri sejak 29 September 1782.
Atas petunjuk Sultan Kutai Kartanegara yang terakhir, Sultan A.M. Parikesit, maka Erau dapat dilaksanakan Pemda Kutai Kartanegara dengan kewajiban untuk mengerjakan beberapa upacara adat tertentu, tidak boleh mengerjakan upacara Tijak Kepala dan Pemberian Gelar, dan beberapa kegiatan yang diperbolehkan seperti upacara adat lain dari suku Dayak, kesenian dan olahraga/ketangkasan.[3]
MUSIK TINGKILAN DAN KERONCONG SEBAGAI WARISAN BUDAYA INDONESIA
Posted on May 17, 2012 by tjroeng
Oleh Nueng Ibrahim
IRAMA BAHARI MUSIK KERONCONG & TINGKILAN
Budaya adalah suatu warisan dari leluhur atau nenek moyang kita yang tidak ternilai harganya. Negara Indonesia disebut Negara maritim karena dikelilingi oleh banyaknya pulau, budaya Indonesia yang sangat beraneka ragam telah membentuk kepribadian bangsa itu sendiri, budaya itulah yang mampu merubah sikap manusia.
SEJARAH MUSIK TINGKILAN
Musik Tingkilan merupakan warisan budaya leluhur Kutai Kartanegara. Kutai kartanegara merupakan kota bersejarah, dimana daerah ini dulunya terdapat peristiwa sejarah kehidupan masyarakat, yaitu adanya sebuah Negara sebelum adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia.Daerah ini dipimpin oleh seorang raja Kutai Kartanegara Ing martadipura dan di dalam sejarah bangsa Indonesia, kesultanan Kutai Kartanegara adalah kerajaan Islam tertua di Nusantara.Akibat pengaruh budaya islam ini, maka pada waktu itu ada seseorang yang bernama “ ANDUN ‘ membuat alat petik bentuknya menyerupai Ganon, alat musik padang pasir, kalau di tanah kutai disebut GAMBUS.Dalam kurun waktu tertentu terciptalah sebuah komunitas musik, yang dinamakan musik tingkilan
Musik Tingkilan adalah musik daerah pesisir Mahakam. Lagu tingkilan di gunakan masyarakat zaman dahulu kala sebagai pengantar bahasa atau keinginan seseorang untuk menyampaikan sesuatu baik ilmu maupun nasihat serta pernyataan pribadi atau percintaan dalam bentuk pantun atau sindiran yang disampaikan saling berbalas pantun. Musik tingkilan juga biasa digunakan untuk musik pengiring sebuah tarian yaitu tari JEPEN. Kesenian ini biasa di tampilkan pada acara-acara seremonial baik yang bersifat keagamaan, upacara perkawinan, upacara pemberian nama anak (bayi) maupun acara – acara hiburan lainnya.
ARTI DAN MAKNA TINGKILAN
Tingkilan berasal dari bahasa kutai, di mana terdiri dari 2 (dua) kosakata yaitu TING & KIL, TING artinya suara sebuah senar yang di petik, sedangkan KIL adalah pekerjaan memetik senar gambus dan adanya akhiran an disitu adalah symbol perbuatan orang yang memainkan atau biasa disebut NINGKIL (dalam arti perbuatan). Dalam bahasa hakikat atau pilsafat Kutai Kartanegara, TING itu berarti : cepat atau secepat kilat sedangkan KIL itu berarti: Ketangkasan atau kemampuan. Tingkilan dalam bahasa filsafat kutai kartanegara adalah kemampuan yang lebih atau ketinggian ilmu. Dapat dijabarkan lagi arti kemampuan lebih atau ketinggian ilmu itu adalah ketaatan, santun, rendah hati menuju pada iman dan taqwa.Itulah ciri dari kepribadian bangsa Indonesia. Nah, kalau kita pelajari ungkapan tingkilan itu bermakna ketaatan dan kesantunan dalam berilmu, dalam berbahasa, berbangsa, bernegara, bermasyarakat, serta berkeluarga. Inilahinti suatu ungkapan budaya terhadap kehidupan manusia di muka bumi, agar manusia tidakmeninggalkan budaya bangsanya sendiri. Budaya itu tumbuh di kembangkan oleh para leluhur kita bukan sekedar ciri peradaban namun lebih dari itu terkandung makna yang sangat dalam bagi kehidupan manusia.
ALAT PERKUSI
Alat musik tingkilan yang di gunakan adalah :
1. GAMBUS
Bahan untuk membuat sebuah gambus adalah dari kayu yang tidak terlalu padat daya rekat isi kayu tersebut. Pengrajin biasanya menggunakan kayu nangka untuk membuat sebuah gambus agar mampu menghasilkan getaran suara dinamik sebuah musik gambus dan gambus berdawaikan 4 shap di mana setiap shapnya terdapat 2 buah dawai atau senar dan satu dawai tunggal berfungsi sebagai bass (jatuhnya mat pada sebuah irama).Dengan perkembangan tekhnologi maka sekarang Gambus ada yang berdawai 7 bahkan ada yg berdawai 9. Dahulu orang baharimenggunakan dawai yang terbuat dari bahanswasa, campuran tembaga dengan emas, sebelumsenar nilon di ciptakan. Untuk membuat dawai tersebut menggunakan cara tradisional seperti orang membuat tali logam di tukang emas yang disertai dengan mantra menurut ajaran agama Islam dan melakukan puasa beberapa hari.Maka tak heran jika kita pernah mendengar cerita orang dahulu, bahwa ada wanita maupun pria yang mendengar suara gambus tergila-gila dengan orang yang memetik gambus.Barangkali kalau kita ambil dalam bahasa filsafat tingkilan itu berartitingginya ilmu, karena getaran suara saja mampu membuat orang tergila-gila dengan orang yang mengumandangkan suara gambus.
2. KETIPUNG
Ketipung adalah sebuah gendang kecil, terdiri dari kayu bundar berlubang di tengahnya untuk menumbuhkan suara bulat dan di muaranya di beri kulit sapi atau kambing.Pada mulanya masyarakat kutai membuat gendang ini dengan membentuk 2 sisi tabuh seperti gendang jawa. Tetapi ada juga yang menggunakan satu sisi tabuh dan dimainkan oleh dua orang penabuh yang di namai masyarakat kutai BERUAS.
EVOLUSI DAN REVOLUSI MUSIK TINGKILAN
Musik tingkilan dalam perjalanannyamenemui era tekhnologi dimana musik tingkilan mampu berkaloborasi dengan alat musik keroncong dengan tidak meninggalkan aspek tradisi baik alat musik maupun lirik dan melodynya. Adapun komposisi alat yang di gunakan adalah :
PELESTARIAN SENI MUSIK TINGKILAN
Budaya musik keroncong Tingkilan adalah salah satu bentuk warisan leluhur yang sepatutnya di lestarikan dan di perkenalkan kepada masyarakat dunia.
Musik Tingkilan pada perkembangannya merupakan salah satu musik yang berakar pada budaya bangsa dengan mempunyai sajian yang sangat unik dan tidak ada di daerah lain, karena ada beberapa instrumen dan pola permainan yang tidak dimiliki setiap musik didunia seperti gambus, cello, ukulele, yang dimainkan secara tehnik yang berbeda dari biasanya. Apalagi bentuk dan karakter suaranya yang lain membuat musik tingkilan digemari masyarakat Indonesia.
Hanya permasalahannya yang di hadapi masa kini,adanya musik modern seperti musik rock, dangdut, pop, dan lain-lain.Kecendrungan generasi muda untuk menggali potensi musik daerah ini hampir tidak tersentuh.Yang sangat menyedihkan, musik tingkilan yang di mainkan oleh beberapa kelompok seni di dalam masyarakat kutai kartanegara di kemas asal-asalan atau tidak profesional.Sekarang ini dapat dilihat banyak sekali masyarakat yang tidak menghargai budayanya sendiri, dikarenakan akibat melemahnya minat generasi muda untuk menggali potensi budayanya sendiri.Sedangkan kita tahu hasil pengamatan kita selama ini bahwa musik tingkilan cukup banyak di gemari oleh masyarakat luar daerah, hanya tinggal bagaimana kita mengemas suatu garapan yang lebih harmonis dengan menggabungkan jenis alat musik lainnya, seperti penggabungan antara musik keroncong dengan musik dan lagu tingkilan.
Ansambel Tingkilan
Ansambel Tingkilan sekitar tahun 1950 belum begitu di pengaruhi oleh unsur-unsur musik keroncong, para seniman dan seniwati tingkilan masih menggunakan alat musik yang di anggap tradisional dalam budaya mereka sendiri, misalnya Gambus, Ketipung, Marwas, Rempak.
Biasanya ansambel Tingkilan dengan instrumenasi seperti ini digunakan dalam berbagai acara, terutama sebagai hiburan di kalangan masyarakat dalam lingkup yang sempit (yakni mereka yang berada di tempat pementasan Tingkilan tersebut).
Salah satu contoh ansambel Tingkilan yang belum terpengaruh Keroncong.( yang memainkan adalah seorang tuna netra ).
Ansambel Tingkilan Kontemporer
Ansembel musik tingkilan saat ini telah terpengaruh dengan idiom-idiom musik keroncong baik dari segi instrumenasi pola permainan, maupun dari idiom-idiom musiknya. Instrumen dalam ansembel tingkilan saat ini meliputi, Sello, Cak, Cuk, Gitar akustik, Bass, Biola, Flute, Organ, Saxophone dan lalin lain.
Upaya yang ingin di capai dalam pengembangan musik tingkilan ini adalah :